Jumat, 24 Desember 2021

Di Balik Parade Musyawarah Wilayah Forum Lingkar Pena

Akhir tahun 2021 adalah akhir tahun yang menyenangkan bagi organisasi kepenulisan FLP. Setelah berhari-hari, berpekan-pekan, bahkan berbulan-bulan berkutat di medan karya tulis, ada momen dwi tahunan di mana anggota-anggotanya memusatkan perhatian pada salah satu dari tripilar FLP: keorganisasian.

Setidaknya ada empat wilayah yang akan menggelar muswil di akhir bulan Desember ini: Jawa Barat, Jawa Tengah, Maluku Utara, dan Kepulauan Riau. Sebenarnya Jawa Timur juga dijadwalkan muswil akhir desember, tetapi diundur menjadi Januari 2022 mendatang.
FLP memang unik. Organisasi ini mengolaborasikan kehendak bebas para penulis dengan ketertataan organis. Dua elemen yang dianggap saling berseberangan oleh sebagian kalangan seniman ini rupanya bisa seiring sejalan di FLP. Kuncinya ada pada keislaman yang menjadi titik temu.
Tiga elemen tersebutlah yang menciptakan pilar-pilar kukuh di FLP: kepenulisan, keorganisasian, dan keislaman.
Aktivitas tiga pilar itu berjalan setiap hari. Anggota-anggota FLP tetap menulis, tetap mendalami islam, dan tetap berorganisasi. Tidak jarang, salah satu dari ketiganya, di momen-momen tertentu harus terpaksa lebih menonjolkan diri daripada yang lainnya.
Ya katakanlah semisal mendekati muswil maka unsur keorganisasian lebih menonjol. Ketika ada even perlombaan maka unsur kepenulisan yang lebih mengemuka. Demikian pula unsur keislaman ada momentumnya tersendiri.
Di situlah keunikan FLP. Dan sudah barang tentu menjadi tugas para anggotanya untuk memperkenalkan kultur unik FLP tersebut kepada khalayak ramai.
Ada cita-cita besar di balik itu. Bersama tiga pilar tersebut, FLP ingin melahirkan penulis-penulis yang diperhitungkan di jagat literasi Indonesia, dan dunia. Dan, seperti halnya sebuah proses, FLP sedang berjalan menuju ke arah sana. Semoga. []

Rabu, 01 Desember 2021

Cerita Ketika Saya menjadi Salah Satu Calon Ketua Umum FLP bersama Daeng Gegge Mappangewa

Alhamdulillah, Musyawarah Nasional V Forum Lingkar Pena berhasil digelar dengan lancar tanggal 19-21 November 2021 yang lalu.
Banyak momen-momen istimewa yang terjadi dalam Munas daring pertama sepanjang sejarah FLP tersebut. Salah satunya adalah pertanyaan yang muncul dari teman-teman seputar, "Bagaimana ceritanya sehingga Kang HD menjadi salah satu calon Ketua FLP bersama Daeng Gegge Mappangewa?"

Kamis, 30 Juni 2016

Review Film Jilbab Traveler: Love Sparks in Korea

Akhir-akhir ini perasaan saya sedang kacau. Setiap kali menyimak lini masa di media sosial, hampir selalu ada kejadian-kejadian yang tidak terduga dan berhubungan dengan masalah parenting. Ada anak yang depresi menghadapi tekanan berat dari orang tuanya yang ingin dia mengikuti apa-apa yang dimaui mereka. Ada ayah-ibu yang overprotective terhadap putra-putrinya sehingga perkara remeh cubitan guru sampai harus diperkarakan di pengadilan, padahal masih bisa diselesaikan secara kekeluargaan di lingkungan sekolah. Ada anak-anak seusia SD sudah 'dewasa sebelum waktunya' dengan meniru perilaku negatif dari senior-seniornya, pacaranlah, merokoklah, ucapan-ucapan kotor dan vandalismelah, tidak menghormati orang tua dan oranglainlah. Pikiran-pikiran itu terus bergelayut dalam benak saya, apa sebenarnya yang salah dengan didikan di negeri ini, pikiran-pikiran itu pula yang tetap membersamai saya sampai tiba waktunya menunaikan undangan Asma Nadia lewat Rumah Baca Asma Nadia menonton Gala Premiere film Jilbab Traveler: Love Sparks in Korea yang diadaptasi dari best selling novel Asma Nadia dengan judul sama garapan Rapi Films. 
 
Sudah jadi skenarionya Allah SWT, Dia memberikan jawaban tuntas kegelisahan saya lewat film ini. Dari awal, kelopak mata saya ini terus terbuka (tentu saja dengan tetap berkedip sesuai mekanisme standar tubuh kita) mengetayangi scene-demi-scene yang disuguhkan JTLSIK (akronim beken dari film ini). Terus terang, dibalik kisah romansa dan perjuangan mewujudkan mimpi yang membumbui JTLSIK, sisi parenting dalam film ini saya katakan, "Sangat kuat!"Saya suka bagaimana cara ayah Rania Samudra memotivasi anaknya untuk menjadi seorang muslimah penjelajah. Caranya tidak dengan komando, tetapi dari hati. Siapa pun pasti mengaminkan bahwa sesuatu yang datangnya dari hati maka akan kembali pada hati. Ayah (dan Ibu) Rania tahu betul seni mendidik putra-putrinya. Dan, membuat saya kagum, Rania bukan anak manja. Dia berusaha semampunya untuk memenuhi sendiri kebutuhan hidupnya. Dengan apa? Silakan cari tahu sendiri dengan menonton filmnya ya.Dan, sebagai calon Ayah, saya pun belajar menjadi orang tua yang baik bagi anak-anak nanti, hingga kegelisahan saya hilang. Dan saya akan menjadi sangat bahagia ketika nanti, tidak ada lagi orang tua yang memaksakan kehendak pada anaknya, tidak ada lagi putra-putri yang depresi karena tekanan orang tuanya, tidak ada lagi kesalahan dalam mendidik keturunan-keturunannya. Tidak ada lagi kekeliruan dalam mengarahkan harapan-harapan kita kepada anak-anak. Seperti Rania, Saya merekam baik-baik ucapan ayah Rania:"Biarkan Rania menjadi mata dan kaki bapak untuk melihat dunia." 

JTLSIK bisa saya katakan, merupakan film recomended bagi pasangan suami istri, orang tua, karena di dalamnya kita dituntun tanpa merasa sedang digurui, ditunjukkan tanpa merasa sedang dipandu, dan ditemukan tanpa merasa tengah kehilangan. 

Apalagi momennya baik, JTLSIK diputar perdana bertepatan dalam nuansa lebaran, nuansa silaturrahim keluarga menjadi kian hangat seraya menonton film ini. [] 

23:18, Tungturunan-Cianjur  

(30/6)

Minggu, 26 Juni 2016

(Bukan) Belahan Jiwaku



Aku bahagia kau telah dipertemukan dengan belahan jiwamu, teman. Aku tahu perjuanganmu untuk menerimanya, tidak terbantahkan lagi. Ah, mestinya aku yang harus malu kepadamu. Disebabkan sesuatu hal yang sebelumnya aku rasa tidak perlu untuk kau tahu. Bahwa aku pun pernah turut berminat kepadanya, sesosok yang kini telah ditakdirkan untukmu, bersebab dia telah memilih kau daripada aku. Diam-diam, setiap kali kau menceritakan tentang dia, dan suka duka yang kau alami. Bahkan kadang, ada tangis yang leleh dari mukamu. O, ku tahu kau begitu mengharu biru mendapatkannya. Dan, diam-diam, bersebab itu aku menjadi penasaran untuk tahu siapa dia, yang telah berhasil menatahkan namanya di hatimu. Aku cemburu, dan bertanya di dalam hati seperti apakah dirinya sampai-sampai kau menarasikan tentang dia seolah tidak akan ada akhirnya. Aku pun mulai mencari-cari namanya dari sekian nama yang barangkali berkaitan denganmu. Dan dunia maya adalah sekat yang mudah, dari sana aku mulai tahu tentang dia. Aku ikuti setiap narasi yang dia utarakan di sana. Tanpa jemu dan bosan aku mengikutinya. Dia memang seperti yang kau ceritakan, teman. Begitu menarik. Dan, O.. meluluhkan hati. Kau beruntung sekali, dia bukan orang yang populer, yang memungkinkan baginya memiliki banyak pengikut di dunia maya. Tetapi, barangkali ada satu hal yang sama sekali dia tidak sadari. Bahwa, aku telah menjadi pengikutnya yang setia, sejak saat itu. aku bisa menyebut bahwa dia telah populer, bagiku. Belahan hati ini, dalam bisikannya yakni bisikan hatiku tentu, bilang bahwa aku telah menemukan apa yang selama ini aku dambakan. Meskipun itu, adalah dia yang juga kau sukai. Hingga jiwa-jiwaku melayang dalam khayalan indah, seakan-akan dia telah hadir untukku. Tetapi begitu aku tahu bahwa dia memilihmu, teman. Hatiku begitu rapuh. Hariku hanya diliputi uraian air mata. Harapan yang selama ini direnda, telah hilang begitu saja. Seperti hantaman tsunami yang tidak tebang pilih. Hidup setia selamanya hanya menjadi sebuah kalimat tanpa nyawa lagi bagiku. Sebab salahku juga, hanya berani mengaguminya dalam diam, dari sini. Di saat kau justru menjadi pusat perhatiannya belaka, satu-satunya. Dan begitu aku mendapati surat undangan yang di dalamnya bertuliskan namamu dan namanya, pada saat itu berakhir pula impianku untuk menjadi manusia paling bahagia di dunia. Kendati surat undanganmu itu disebarkan di dunia maya, akan tetapi aku tahu bahwa undanganmu itu bukanlah sesuatu yang maya. Benar. Sesuatu yang nyata dan akan terwujud tidak lama lagi. Dia, menjadi pendamping hidupmu. Kemudian sempat terlintas di dalam benakku, apa yang kemudian akan terjadi di antara kita, nanti. Masihkah kita berteman atau cukup disudahi saja sampai di sini.