Jumat, 24 Agustus 2012

Taman Rahasia Hati

Aku mengenalnya enam tahun yang lalu. Ketika masih duduk di sekolah menengah atas. Seorang pemuda yang tampan, menurutku. Dia kakak kelasku. Wajahnya ramah, berkulit putih bersih, alisnya lebat dengan rambut di belah dua. Tubuhnya tinggi karena dia adalah pemain basket di sekolah. Bersahaja kepada siapa saja dan disayangi oleh semua guru sampai petugas kantin sekalipun. Tentu saja dia cerdas. Dia merupakan langganan juara umum di sekolah dan beberapa kali menyabet gelar olimpiade sain yang diselenggarakan pemerintah. Dia memiliki hobi photografi, beberapa karya potretnya di tampilkan pada mading sekolah. Selain itu, diapun shaleh menurutku. Entahlah, mengapa aku begitu memperhatikannya waktu itu. Barangkali karena siapapun orang di dunia ini pasti pernah menaruh perhatian kepada seseorang secara diam-diam. Yang pernah kita sukai walau tak pernah dikatakan. Sebuah kata sederhana yang dinamakan….. Cinta.
***

“Adduuuhh… maaf… tidak sengaja.” kataku kelu ketika tidak sengaja menyenggol seorang siswa yang sedang asyik makan dengan mie rebus.
Kantin saat itu penuh sesak. Semua tempat sangat ramai. Aku paling tidak suka ini. Tapi perut yang lapar membutuhkan asupan. Terpaksalah aku tembus barikade ini dengan cuek. Sampai terjadilah peristiwa barusan.
“Hei.. kalau jalan matanya dipake!” bentak siswa itu keras. Beberapa calon pembeli di kantin itu menoleh ke arah kami.
Aku tersenyum kecut, mau bagaimana lagi. Aku masih kelas 10 saat itu. Sementara siswa tadi kayaknya sudah kelas 12.
“Maaf, Kakak. Gak sengaja. Saya ganti ya mie nya?” aku memohon sementara peluh keringat mulai mengucur dari kening yang terselimuti kerudung.
Dia melotot, lantas menoleh ke arah kerumunan anak-anak lain yang masih ngantri. Lalu menatapku kembali. Aku nyengir kuda.
PLAAAAKKK!
Sekonyong-konyong tak diduga sebuah tamparan mendarat di pipi kananku. Sakit, perih sekali sambil ku pegang pipi ini.
Seketika suasana hening. Semua siswa yang jajan diam. Tapi tak ada yang berani membantuku. Dengan tatapan nanar bercampur takut ku lihat bordiran nama di dada kanannya.. napasku tersekat.. Kirman S.M.
“Hati-hati Rin, di sekolah ini ada jeggernya, namanya Kirman. Dia kejam.” Bisik Irma teman sebangkuku suatu hari. Wejangannya itu kini jadi kenyataan. Aku bermasalah dengan jegger sekolah. Aduuh, rasanya ingin menangis, takut..
Tak sadar, aku mulai sesengukan, menangis.. hiikkss… hiiikks..
“Heh, malah nangis lagi! Dasar, cewek!” umpat Kirman.
Lantas dia berlalu dengan angkuhnya, meninggalkan aku seolah baru menang perang. Saat dia sudah menghilang di belokan gedung, barulah orang-orang yang ada disana menghampiriku..
“Kamu nggak apa-apa?”
“Maaf.. kami takuut..”
“Kami antar ke kelas ya..”
Dan berbagai macam kata lainnya yang bagiku tak ubahnya kalimat pengecut. Tapi aku sendiri ketakutan. Bodohnya aku.
***
Kejadian itu membuatku ketakutan. Tapi aku tak berani melapor ke pihak sekolah. Pada orang tua pun tidak. Entahlah, seolah ada jarak antara aku dengan ayah dan ibu yang sibuk dengan pekerjaannya masing-masing. Makanya, yang setia menemaniku hanyalah diari. Maka aku menulis kejadian itu.
“Dear diary, tadi siang aku ngalami kejadian yang menyakitkan. Aku ditampar sama preman sekolah. Di hadapan anak-anak pula!!! Perih banget ri, periiiih!! Sakiittt! Maraaaah! Emoosiii! Beraninya Cuma sama anak perempuan dia itu! Tapi aku gak bisa ngelawan, aku ketakutan ri! Aku juga nggak berani lapor ke sekolah! Takut terjadi apa-apa. Ayah sama ibu pun nggak tau! Aku kangen sama mereka tapi kayaknya mereka sibuk sendiri. Hikks.. hiiikksss… aku nangis, ri, nangiiiissss…”
***
Seminggu sejak kejadian itu, aku benar-benar dihinggapi paranoid. Takut kalau ketemu yang namanya Kirman. Seperti hantu yang gentayangan dia itu. Sementara aku dikelas cenderung introvert. Teman-temanku sedikit sekali. hanya Irma, Fathin dan Dea. Mereka pun keheranan saat melihatku lebih banyak diam dikelas saat jam istirahat. Aku memang memilih dikelas saja daripada main diluar, takut-takut ketemu dengan Kirman yang menyebalkan dan penyebab parnonya aku itu. Waktuku di kelas ku isi dengan menulis cerpen, membuat puisi, tapi semua isinya hanyalah duka, tragis, pilu, hampa, kesepian dan kesendirian.. seperti puisi ini.
Nestapa Tersimpan di Jiwa
Kemanapun aku melangkah pergi
Dimanapun aku mengistirahatkan diri
Bayang-bayang caci maki
Selalu hadir dan membuatku malu
Selalu saja seperti itu
Aku coba untuk berlari
Tapi aku tak kuasa
Aku coba untuk bersembunyi
Tapi aku tak bisa
Aku ingin marah pada mereka
Yang selalu menyakiti jiwa
Tapi siapakah mereka?
Bukankah mereka juga manusia
Yang juga mempunyai hati dan rasa
Aku ingin menangis
Tapi untuk apa aku menangis?
Sungguh jiwaku teriris-iris
Seolah hatiku semakin tipis
Tapi tak mampu jua aku menangis
Tertawaku bukanlah karena gila
Aku hanya tertawa melihat kebodohan mereka
Aku marah tapi bukan karena emosi
Bukan pula karena mereka mencabik-cabik jiwa ini
Tangisku pun bukan karena putus asa
Hanya saja melihat mereka semua telah berdosa
Aku hanya bersabar
Menunggu ini berakhir
Walaupun getir
***
“Ri.. kamu di panggil guru BP tuh!” tutur Dea sembari menghampiriku yang sedang asyik di bangku sendirian.
Ini adalah hari kesepuluh aku tak pernah beranjak dari kelas saat jam istirahat. Jadi selama sepuluh hari ini hanya datang ke sekolah, masuk kelas, belajar, saat jam istirahat masih dikelas juga. Terus pulang. Benar-benar belum mampu menghapus trauma.
Aku melangkah lesu, ada rasa takut jika di koridor ketemu Kirman yang menyebalkan itu. Sambil berjalan terntunduk aku mulai melangkah keluar dari pintu kelas, saat tiba-tiba..
DUUUKKKK…
“Adduuuhh…” erangku kesakitan. Aku terjatuh ditubruk sama seorang siswa yang sepertinya tergesa-gesa. Aku takut, jangan-jangan itu Kirman. Jantungku berdegup kencang.
“Maaf.. saya tidak sengaja.”
Aku tersadar, itu bukan suara Kirman.. itu siswa yang berbeda. Maka aku memberanikan diri untuk mengangkat wajah.. dan.. jantungku seakan mau copot..
Tampan sekali… bisikku dalam hati.
“Maaf.. saya tidak sengaja. Saya terburu-buru. Kamu tidak apa-apa kan?” ulang siswa itu.
“ya, aku baik saja kok..” jawabku. Aneh, dia tidak mau membantuku berdiri dengan mengulurkan tangannya.
“Baiklah, maaf ya. Sekali lagi maaf. Kalau begitu saya pamit.” Suaranya terdengar merdu, lalu berlalu begitu saja seperti hembusan angin sepoi. Ku menatap kosong jejak kepergiannya. Berkesan sekali..
“Kamu kenapa, Rin?”
Aku tersentak kaget.. segera aku bangkit berdiri, membersihkan rok panjangku yang kena debu. Ku lihat Dea heran melihatku.
“Enggak.. enggak kenapa-napa kok..” jawabku menutupi perasaan akibat kejadian tadi. Lalu pergi menuju ruang BP. Aku tersenyum, ya akhirnya aku bisa tersenyum kembali. Alhamdulillah..
***
“Ri… dia tampan banget. Tapi aku nggak tau siapa namanya!” tulisku dalam diariku. Malam itu aku dipenuhi kebahagiaan. Ku menatap bintang dari balik jendela kamarku di lantai dua rumah ini. Bulan bersinar terang. Langit hitam cerah dengan awan abu-abu. Hembusan angin malam yang menusuk tulang. Bunga anggrek menggantung di luar jendela menebarkan aromanya yang harum. Ku bercerita pada bintang, dan aku yakin dia bisa menjaga rahasia ini. Rahasia bahwa aku… menyukai lelaki tadi.
***
Pagi itu, berderet tiga orang siswa di depan peserta upacara. Jantungku dag dig dug, si tampan itu ada di sana, diapit diantara dua yang lainnya. Kesempatan emas untuk mengetahui siapa namanya, karena sudah dua minggu ini aku tidak berani sama sekali menanyakan pada teman sekelas siapa nama si tampan itu.
“Nama saya Farhan. Kelas 11 IPA 2. Saya mencalonkan diri sebagai ketua OSIS. Saya ingin memajukan sekolah kita ini melalui OSIS agar menjadi yang terdepan sekota Bandung. Mohon do’a dan dukungannya. Oh iya, saya pun aktif di eskul basket, rohis sekolah dan komunitas photografi sekolah. Buat teman-teman, bantu aku.”
Aku terpana, tak berkedip. Selepas upacara hari senin itu yang biasanya membosankan, menjadi sesuatu yang tak ingin dilewatkan. Karena akhirnya aku tau siapa yang menubrukku waktu itu, namanya Farhan. Lirihku manis. Aku pasti mendukungmu, Kak Farhan. Aku tersenyum sendiri. Bahagia.
***
Tiga bulan sudah berlalu sejak peristiwa itu. Aku sudah mulai mengenal dengan baik sekolah ini. Dan Kak Farhan pun sukses terpilih menjadi ketua OSIS. Dia ramah dan bersahaja. Baik dan perhatian kepada siapa saja. Tapi aku mulai cemburu. Karena banyak teman-teman perempuan yang juga menyukainya. Bahkan ada diantara mereka yang terang-terangan mengungkapkan isi hati pada Kak Farhan. Syukurlah ternyata Kak Farhan bukan seorang playboy. Dia memperlakukan mereka semua sama, menganggap mereka just friend. Aku senang. Tapi, aku sendiri tidak berani mengutarakan cinta kepadanya. Aku pemalu, introvert, pendiam dan penakut.
***
Semuanya berjalan begitu saja. Sudah mau akhir tahun ajaran namun aku masih tidak berani mengungkapkan cinta pada kak Farhan. Aku hanya bisa memperhatikan keseharian dia. Sehari-hari ke sekolah membawa Motor JupiterMX kesayangannya dengan helm putih yang elegan. Memakai jaket hitam. Tas ransel hitam yang selalu terlihat banyak barang didalamnya. Berdasi abu-abu. Pakaian yang selalu rapi dan dimasukkan ke dalam celana. Celana abu-abu yang lurus tersetrika dengan baik. Sepatu berjenis basket yang sangat bagus. Selain rutinitas mengurus OSIS, setiap rabu siang dia mengisi kegiatan Rohis, hari selasa dan kamis sore dia berlatih basket. Setiap sabtu bersama teman-teman komunitas photografi kumpulan untuk berdiskusi. Aku bisa tau semua itu, karena.. aku mengikuti semua eskul yang kak Farhan ikuti. Demi bisa melihat dia, dan mengenal dia. Tapi aku terlalu malu untuk memperkenalkan diri sendiri. Aku pemalu.
***
Sore itu, aku sedang jalan-jalan ke mall untuk mencari flashdisk baru, karena yang lama hilang entah kemana. Tak di sangka, di mall aku bertemu dengan kak Farhan.
“Eh, Rinrin ya..?” sapa kak Farhan ramah.
Aku tertunduk malu, “Iya, kak..” jawabku pelan.
“Sedang apa di mall?” tanyanya.
“Ngg… mau nyari FD kak..” ku jawab gugup. Butir-butir keringat mengucur dari keningku yang tertutup jilbab hijau ini.
“Kak.. yuk pulang! Riska sudah beli mouse nya. Lucu kan?” tiba-tiba kudengar suara perempuan kepada kak Farhan. Aku menoleh sekilas, cantik sekali dia. Dengan jilbab putih anggun dan gamis dengan warna serasi.
“Oh, iya bagus!” kak Farhan meresponnya sambil tersenyum, terus mengusap kepala perempuan itu tanpa canggung di hadapanku. Kemudian berkata kepadaku, “Maaf ya, saya pulang dulu. Hati-hati di jalannya.” Kemudian dia mengucapkan salam dan beranjak pergi.
Aku terdiam, siapa perempuan cantik bernama Riska itu? Kenapa kak Farhan tidak memperkenalkannya kepadaku? Apakah Riska pacarnya kak Farhan?
Aku membuang jauh-jauh prasangka itu.

***
“Aku menyukaimu, Kak! Mencintaimu!” kataku kepada kak Farhan.
Apakah ini hanyalah mimpi?
Bukan! Ini bukan mimpi.
Aku mengatakan itu pada kak Farhan, saat itu! Ketika aku sengaja menunggu di koridor sekolah waktu kak Farhan hendak mengisi kegiatan rohis. Aku nekat mengungkapkannya karena sudah tak kuasa untuk menahan perasaan dihati ini yang sedemikian besar dan membuncah. Dan juga, peristiwa pertemuan di mall waktu itu semakin mendorongku untuk berani. Aku khawatir Riska itu pacarnya kak Farhan. Maka aku harus mengungkapkannya supaya kak Farhan bimbang dan mengetahui bahwa aku pun mencintainya.
Aku menunggu jawabannya, berkeringat dan wajahku memerah malu. Tapi kak Farhan hanya diam. Tak menjawab. Hanya tersenyum, lantas berlalu meninggalkanku begitu saja. Aku terkejut, sedingin itukah?
“Kak..” cegahku.
Kak Farhan berhenti melangkah kemudian berbalik ke arahku lagi.
“Kenapa tidak di jawab? Kakak kan laki-laki, kenapa tidak berani menjawab? Karena Riska ya?!” tanyaku. Padahal aku pun malu, aku perempuan tapi malah mendahului menyatakan cinta. Tapi, bagaimana lagi, aku sudah tak kuasa menahan rasa ini.
“Bukan..!” jawab kak Farhan pendek.
“Lalu?” tanyaku cepat.
Kak Farhan menarik napas panjang, kemudian tersenyum simpul, “Mari, ke masjid. Agenda rohis sudah mau dimulai. Di sana akan kakak jawab pertanyaanmu itu..”
Dia melangkah, aku mengikutinya dari belakang, tersipu malu. Dan bahagia, apakah sedemikian pentingnya ini, sampai kak Farhan harus menjawab pernyataan cintaku dihadapan teman-teman rohis. Pikirku, bahagia. Ah, indahnya. Diterima cintaku dihadapan banyak orang lagi. So sweet… aku terus terbang melayang dalam lamunan indah.
***
“Ri… aku menangis. Siang tadi menjadi hari yang membahagiakan sekaligus mengharukan bagiku. Aku bahagia karena dapat mengungkapkan perasaanku pada kak Farhan. Dan dia menjawabnya dihadapan teman-teman rohis.. dia berkata seperti ini ri..”
Aku menghapus air mata dengan tissue, namun tetap saja butiran air itu masih belum surut membasahi pipiku.
“Kak Farhan berkata seperti ini… Sahabatku semua yang dimuliakan oleh Allah. Alhamdulillah pada hari ini kita masih dapat dipertemukan kembali dalam ta’lim pekanan rohis kita. Semoga hidayah Allah senantiasa menaungi perasaan dan hati hamba-hamba-NYA. Sahabatku, taukah.. bahwa tadi banget, ada seseorang yang menyatakan cinta kepadaku. Sebuah pernyataan perasaan yang halus dan membuatku tersenyum. Mengapa harus tersenyum? Karena cinta itu fitrah. Karena cinta itu adalah mahakarya ciptaan Allah. Sebab itulah cinta ada dan tak dapat kita hapus dalam kehidupan ini. Orang yang berusaha menghapus cinta, ibarat ingin menangkap angin dengan tangannya. Sia-sia belaka. Itulah cinta. Cinta itu indah, tidak dilarang kepada siapapun untuk mencintai. Asalkan, dia tetap mampu berpikir rasional dan sesuai syari’at. Karena, bila cinta telah menguasai diri, aku khawatir bukan lagi cinta yang dijunjung, melainkan hawa nafsu belaka. Allah berfirman, Wanita-wanita yang baik adalah untuk laki-laki yang baik dan laki-laki yang baik adalah untuk wanita-wanita yang baik pula . Sudah jelas sekali, bahwa bila kita memperbaiki diri, belajar untuk senantiasa menjadi baik, maka jodoh kita pun akan baik adanya. Begitu pula, aku menganggap seseorang yang tadi menyatakan cinta kepadaku itu orang yang baik adanya. Namun, sayangnya saat ini bukanlah saat yang tepat untuk memadu kasih. Untuk menjalin asmara. Untuk merangkai kata-kata cinta. Masih banyak hal yang harus diperbaiki, dipelajari dan diamalkan. Biarkanlah cinta itu tumbuh lurus ke atas, menuju Cinta Allah subhanahu wa ta’ala sebelum ranting-rantingnya menyentuh cinta hamba-hamba-NYA. Biarkan cinta itu tumbuh namun bukan saat ini waktu yang tepat baginya untuk merasakan kenikmatan. Sahabatku, untuk saat ini, fokuslah belajar, fokuslah mengabdi kepada orang tua, kita masih sekolah, alangkah naïf nya jika pikiran kita yang masih belia ini sudah dijejali oleh hal-hal yang berbau cinta, menjalin status semu dengan pasangan yang belum jelas masa depannya akan bagaimana. Tenanglah dan bersabarlah, karena nanti cinta itu akan datang tepat pada waktunya. Satu yang pasti, bukanlah pada saat ini…”
Ya Allah, aku tertegun. Aku sadar. Aku telah salah. Aku khilaf dan aku lupa. Aku berdosa. Aku benar-benar malu. Malu kepada-MU ya Allah. Apa yang kak Farhan katakan itu benar, secara halus ia menolak cintaku. Tak seharusnya aku tergesa untuk mengejar cinta sebelum aku belajar untuk mencintai-MU. Ya Allah, ajarkanlah aku untuk mengenal-MU, untuk belajar mencintai-MU.
***
Perpisahan sekolah selalu saja mengharukan. Kesedihan, tangis, kilasan kenangan-kenangan selalu mewarnai peristiwa ini. Begitulah, tahun ini adalah tahun perpisahan angkatan Kak Farhan. Lantas bagaimana perasaanku terhadap kak Farhan? Semenjak penolakan dan kekonyolanku waktu kala itu, aku mulai menjaga jarak darinya. Bukan, bukan semata karena malu atau marah padanya. Sungguh aku tidak marah padanya malahan berterimakasih sekali. semua semata karena aku telah berjanji kepada Allah, untuk belajar mengenal cinta-NYA daripada terjerumus dalam cinta kepada makhluk-NYA. Meskipun begitu, aku tetap menaruh perhatian kepada kak Farhan. Perhatian yang tak bisa diungkapkan, dan aku yakin kak Farhan pun tidak merasakan perhatian dariku.
***
Itulah, kisahku enam tahun yang lampau. Sebuah kisah yang membalikan jalan hidupku, dari seorang yang salah menurutku, menjadi seseorang yang meniti jalan kebenaran.
Sejak itu, aku benar-benar belajar untuk menjadi seorang akhwat (inilah istilahku sekarang, menggantikan istilah perempuan yang selama ini telah melekat bagiku) shalihah. Muslimah yang baik dengan teladan-teladan seperti Khadijah, Aisyah, Fatimah, Khansa, dan para mujahidah lainnya. Aku terus belajar untuk mencintai-NYA, hingga tak memiliki waktu lagi untuk memikirkan seorang ikhwan (inilah istilahku pula saat ini, pengganti kata lelaki. Bagiku ikhwan lebih halus daripada harus menyebutkan lelaki). Aku tak punya waktu untuk itu. Aku sibuk belajar, menyelesaikan studi kuliah jurusan Jurnalistik di UIN Bandung. Aku sibuk memperbaiki diri, supaya Allah semakin cinta kepadaku.
Ada beberapa pinangan dari para ikhwan, tiga kali malah. Yang pertama dari ketua BEM kampus saat aku masih semester tiga namun ku tolak karena tidak cocok. Kemudian, pinangan dari ketua KAMMI Daerah, dia shaleh insya Allah, namun tetap aku belum merasa cocok dengannya. Terakhir saat aku menginjak semester tujuh dan bersiap menghadapi sidang skripsi, dari seorang ustadz muda yang mulai merintis kesuksesan di layar kaca, namun seperti yang sudah-sudah, aku menolaknya. Merasa tidak pantas untuk bersuamikan seseorang yang selalu tampil di tv, entah karena aku takut cemburu jika suamiku kelak diidolakan oleh orang lain terutama oleh para wanita. Ah, barangkali aku konservatif sekali.
Dan, aku menceritakan ini kepada kalian semua, karena, aku berbahagia dengan karunia yang telah Allah berikan. Cinta-NYA yang teduh dan meneduhkan hatiku. Membawaku dalam padang adenium terindah dengan hamparan rumput hijau dan langit yang selalu membiru serta angin sepoi yang melegakan.
Aku berbahagia kepada kalian, telah menceritakan ini kepada kalian.. dan kalian mau mendengarkannya. Sekarang aku bersiap untuk melaksanakan akad, Alhamdulillah..
Aku berbahagia atas karunia Allah, karena pada hari ini, akhirnya aku akan melangsungkan akad nikah. Dengan seseorang yang dulu pernah aku cintai kemudian aku lupakan karena berjanji untuk belajar mencintai-NYA. Seseorang yang begitu halus hatinya sehingga penolakan bagikupun menjadi hikmah untuk sahabat-sahabatnya. Seorang calon suami yang baik bagiku. Dan mudah-mudahan akupun baik baginya.
Dan calon suamiku yang akan mengucapkan akad ijab kabul untuk menghalalkanku menjadi istrinya ini adalah… Farhan Fathahillah.. pemuda yang SMA itu. Dia akan menjadikan aku, Rinrin Hanifah sebagai istrinya..
Aku berbahagia, karena pada akhirnya Allah mempertemukan kami dalam sebuah ikatan yang suci. Mempertemukan kami kembali setelah enam tahun tidak berjumpa. Tidak berkomunikasi. Tidak tau bagaimana kabar selama ini. Sebuah durasi waktu yang bagi sebagian orang mustahil untuk dilewati bagi sebuah ketulusan cinta. Karena barangkali dalam lintasan waktu itu, ada sebuah episode lain. Episode berbeda yang siapa tau akan mengubah jalan hidup setiap manusia. Namun, kuasa Allah lah yang berbicara. Allah yang mengatur semuanya, semoga itu semua karena Allah mencintai kami berdua. Semoga itu semua karena Allah sudah menetapkan bagi kami, inilah saat yang tepat sebagaimana yang dijanjikan oleh-NYA kepada setiap hamba. Mempertemukan kami pada akhirnya melalui bantuan murobbi dan murobbiyah kami. Dalam taman rahasia hati.
HD Gumilang, di Peraduan Cahaya-Cianjur

0 comments:

Posting Komentar