Rivan baru saja sampai di kamarnya. Wajahnya kusut sekali. Maklum di sekolah pemantapan Ekonomi yang cukup menguras otaknya. Setelah shalat Ashar wajahnya terlihat cukup cerah.
Dia sedang berbaring di kamarnya sambil baca novel saap HP-nya berdering. Ternyata sebuah sms. Isinya:
“Ass... Van kemana ja ga pernah temuin, Sa? Van! Sa lagi sakit, udah empat hari Sa nangis terus. Sa pengen ketemu denganmu, Van!”
Seketika darah Rivan naik ke otak. Kaget. Sms itu datang dari Sabina, tunangannya.
Buru-buru dia memencet tombol reply, lalu membalas, “Walkslm... kenapa baru sms Van sekarang? Van sedih banget! Tapi maaf coz Van selama ini jarang connect Sa, coz lagi sibuk pemantapan dan juga lagi gak ada pulsa. Ini juga bisa untuk 6 sms lagi. Van kangen Sa!” lalu mengirimkan pesan itu.
Rivan tak berselera lagi melanjutkan novel itu. Fikirannya kini tertuju kepada Sabina. Makanya novel itu dia letakkan begitu aja di meja komputer. Sementara dirinya tak sabar menunggu balasan dari Sabina.
HP-nya kembali berdering.
“Van, gak tau Sa panasnya naik turun terus. Sekarang panas banget. Sa di rumah, kesepian! Nangis terus! Sa ingin ketemu sama kamu, Van!”
Rivan bingung. Demi Allah, dia sebenarnya ingin memenuhi permintaan kekasihnya itu. Tapi apa daya kantongnya sedang cekak. Dia tak punya cukup uang untuk kesana. Sabina tinggal di Padalarang, sementara Rivan berdomisili di Cianjur. Otak Rivan berfikir keras.
“Sa, Van juga ingin ketemu. Tapi... saat ini Van gak bisa. Tapi mungkin ntar minggu kalo nggak di pake, Van bakal kesana pake mobil. Sa sekarang telepon Van aja!”
Rivan memegang HP-nya erat-erat. Tubuhnya mondar-mandir cemas. Menunggu telepon dari Sabina. Saat HP-nya mulai bergetar, Rivan segera melihat layar. Oh, ternyata sms lagi...
“Kasih, katanya cinta perlu pengorbanan. Sa gak minta muluk-muluk. Sa hanya ingin ketemu sama kamu, kasih...!” Rivan membaca pesan itu sungguh-sungguh.
Beberapa menit kemudian, HP-nya kembali berdering. Ternyata sebuah telepon.
“Assalamu’alaikum, Sa?!” sapa Rivan.
“Wa’alaikum salam. Van ini Ibu!” jawab suara di sana.
“Oh... eh... Ibu! Maaf! Sabina gimana Ibu?” tanya Rivan setelah mengatur nafasnya yang kaget.
“Sabina ada di rumah. Dia nangis terus ingin ketemu sama kamu, Van!”
“Oh... iya... iya, Ibu! Rivan kesana! Wa... wa’alaikum salam!” ternyata hati Rivan luluh juga setelah Ibu Sabina menelepon.
Lalu ia menghampiri orangtuanya. Menjelaskan sebab-sebabnya. Orang tua Rivan mengijinkannya untuk membawa mobil. Pemuda alim nan pintar itu segera pamit setelah sebelumnya memecah celengan untuk bensin. Segera ia mengemudikan Xenia itu kearah Padalarang, menuju kasihnya tercinta, Sabina.
Setibanya disana, Rivan tak membuang banyak waktu. Dia hibur Sabina, menyuapinya dan membantunya meminum obat. Sambil duduk di kursi disamping kekasihnya itu dia terus berdo’a. Rivan sudah memutuskan untuk menginap disini. Toh besok jum’at, tak ada pemantapan, fikirnya.
Demi kekasihnya, belahan jiwanya...
***
Pukul satu dini hari, secara tiba-tiba Sabina meminta Rivan memanggil kedua orangtuanya. Setelah mereka bertiga ada dihadapan Sabina, gadis ayu berkerudung panjang itu mulai berkata...
“Ayah... Bunda... sepertinya... waktu sudah, dekat.” ucapnya parau.
Ibu Sabina terkejut, “Sa... jangan bicara seperti itu, sayang.” tutur Sang Bunda lirih. Sementara Ayah hendak keruang tamu untuk menelepon dokter. Namun dicegah Sabina.
“Bunda... A... Ayah... Allah... Allah... sudah me... heek... menunggu... Sa, di... heek... sana. Bu... Bunda... Ayah... heek... maafkan... Sa... heek... jika... selama... heek... ini tak bisa... berbakti... hek... dan... Rivan... ka... heek... kasihku... heek... ka... kamu... adalah... heek... kasih... se... sejati... heek... ku... tap... i... Sa... i... ingin... ka... mu... me... heek... nikah... se... heek... peninggalan... heek... Sa... ya!
Asyhadu... alla... heek... Illaha... heek... Illalah... wa... Asyhadu... heek... anna... heek... Muham... mad... rasul... heek... Allah...!” dan ruhnya pun melayang meninggalkan tubuhnya.
Sementara Rivan, Ayah, dan Bunda tak percaya, bila orang yang dikasihinya kini telah tiada.
HD Gumilang
0 comments:
Posting Komentar