Minggu, 03 November 2013

Paradoks Kehidupan


Mereka tidak pernah menyadari sehari-hari ada sosok yang selalu mengintainya. Orang-orang itu sibuk dengan senda gurau, canda tawa, dan segala sesuatu yang membuatnya terlena dalam lautan asmara. Waktu-waktu semakin surut tanpa bisa dibujuk agar kembali. Hanya penyesalan yang harus dimakan pahit-pahit, ditelan bulat-bulat.

Orang-orang seperti mereka itu, memang banyak di dunia ini. Sedemikian banyaknya sampai-sampai sudah dianggap biasa. Rupanya, manusia-manusia di sekeliling mereka telah berubah wujud menjadi seonggok paradoks kehidupan.

"Apakah mereka tidak pernah berpikir?" Tanya Sujana dengan mimik serius.

Arwana menghirup teh panasnya dengan penuh perasaan. Lama. Lama sekali. Sujana dengan sabar menunggu jawaban.

Tapi, jawaban itu tidak pernah dia temukan. Sebab seketika itu pula Arwana beranjak dari serambi rumahnya.

"Hei, kenapa kamu diam?" Arwana menoleh ke arah Sujana. "Mari ikut saya." ajaknya.

***

Arwana mengajak Sujana ke sebuah tempat yang sangat asing. Betapa tidak, seumur hidup Sujana bermain-main dengan lingkungan yang ideal. Orang tua yang shalih. Lingkungan yang berakhlaq. Sekolah di sekolah yang menjaga tata krama ke-Islam-an. Menjunjung tinggi kejujuran.

"Apa kau gila? Mengajak saya ke lokalisasi?!" gerutu Sujana.

"Di sini kamu akan mendapatkan jawaban atas pertanyaan konyolmu itu." sahut Arwana.

"Hei! Kenapa kamu melecehkan pertanyaan saya?" kejar Sujana. Dia tidak terima atas ucapan pemuda berambut ikal tersebut.

"Mari aku ajak kamu ke salah satu kamar milik mucikari di sini." Ajak Arwana.

Tentu saja Sujana menolak, "Tidak! Aku tidak mau."

"Mari, tidak apa-apa. Tidak akan terjadi apa-apa." rayu Arwana. Dia melihat gigi Sujana bergemeletuk geram.

"Kamu pikir saya ini siapa?" hardik Sujana.

"Kamu? Kamu adalah manusia yang merasa terlalu banyak berpikir." jawab Arwana, "Kamu terlalu banyak bertanya tanpa pernah mau untuk langsung mencari tahu jawabannya. Kamu terlalu banyak protes sana-sini. Mengerutu ini-itu. Terlalu banyak bicara tentang hal-hal yang ideal. Tentang keseimbangan hidup. Tentang sistem yang paling bagus. Tapi kamu lupa untuk melihat langsung bagaimana kehidupan itu sendiri. Kamu terlalu sarkastis dengan pemikiranmu. Kamu tidak pernah mau untuk menerima kenyataan bahwa sebenarnya... Kamu belum pernah melakukan apapun! Bahkan dalam pikiranmu sendiri."

Dan percakapan itupun pungkas sudah.

[hd gumilang. 2112013]

0 comments:

Posting Komentar