Alhamdulillah, Musyawarah Nasional V Forum Lingkar Pena berhasil digelar dengan lancar tanggal 19-21 November 2021 yang lalu.
Begini, satu bulan sebelum munas, ketika dibuka hasil survei dan muncul nama saya di situ, secara terbuka saya sudah menyampaikan di medsos tentang keberatan untuk dicalonkan dengan alasan yang juga jelas sekali.
Namun, rupanya nama saya kembali muncul dalam proses penyaringan Ketua Umum FLP pada hari terakhir Munas tanggal 21 November.
Setelah dilakukan penyaringan awal kriteria Ketua Umum yang dipimpin oleh Ibu Guru Umi Kulsum selaku Pimpinan Pleno Munas berdasarkan AD/ART yang dimiliki FLP maka tersisalah nama-nama di bawah ini:
1. S Gegge Mappangewa /FLP Sulawesi Selatan
2. Rafif Amir /FLP Jawa Timur
3. H.d. Gumilang/FLP Jawa Barat
4. Koko Nata /FLP Jakarta Raya
5. Ganjar Widhiyoga /FLP Yogyakarta
6. Khairani Ukhuwah /FLP Kalimantan Selatan
7. Irfan Azizi /FLP Jakarta Raya
8. Fitrawan Umar/FLP Sulawesi Selatan
Tersisanya delapan nama ini merupakan hal istimewa karena baru kali ini dalam sejarahnya, seluruh calon Ketua Umum FLP adalah laki-laki. Ketika itu, di chat room muncul celetukan riang dari beberapa kawan, bahwa FLP itu bukan kepanjangan Forum Lingkar Perempuan tapi Forum Lingkar Pria.
Selanjutnya Ibu Guru mulai menanyakan kesediaan delapan kandidat ini menjadi calon berdasarkan urutan di atas. Daeng Gegge menjadi orang pertama yang ditanya dan menjawab, "Bersedia."
Saat itulah muncul kejadian hilangnya sharescreen susunan calon Ketua Umum di layar monitor.
Di tengah situasi tersebut, Ibu Guru tiba-tiba menyebut nama saya, "Bagaimana dengan Kang HD, apakah bersedia?"
Tentu saja saya terkejut, di dalam hati saya berkata, "Perasaan seharusnya bukan saya dulu yang ditanya."
Saya agak lama merespon pertanyaan Ibu Guru. Dan di antara jeda itu, seakan-akan waktu berhenti. Saya langsung teringat salah satu chat di Grup FLP ketika itu Mas Zayyin Achmad dari Surabaya bilang, "Kang HD, kalau nanti ditanya bersedia jawab bersedia, ya." Saya waktu itu menganggapnya sebagai gurauan belaka.
Kemudian waktu kembali berjalan, saya lantas menjawab, "Ibu Guru, jika Daeng Gegge bersedia maka saya ikut Daeng, Bu Guru."
Tiba-tiba Zoom Room langsung riuh, ada beberapa yang open mic. Salah satunya ada Bang Rama dari Jakarta yang interupsi, "Kang HD yang jelas dong, ikut apa maksudnya?"
Ya sudah, akhirnya saya menjawab sambil menghela nafas, "In syaa Allah bersedia."
Setelah itu Ibu Guru menanyakan kesediaan Babe Rafif. Mantan Ketua FLP Jatim dua periode ini meminta waktu dua menit untuk menyampaikan kata-kata, "Wah, Babe sudah menyiapkan pidato pembuka nih," celetuk teman-teman di chat room.
Babe kemudian menceritakan seputar kiprahnya di dunia literasi, keterlibatannya di FLP cabang, wilayah, sampai di pusat. Kami terpukau, kami terfokus pada uraiannya itu sampai, "Oleh karena itu, dengan segala permohonan maaf saya menyatakan tidak bersedia dicalonkan sebagai Ketua Umum FLP."
Daar! Ruang zoom tiba-tiba hening. Tidak ada yang menduga Babe Rafif menciptakan plot twist yang mengejutkan tersebut.
Ternyata, langkah Babe kemudian diikuti oleh Kang Koko, Ustaz Khairani, Kak Ganjar, Bang Fitriawan, dan Ustaz Irfan Azizi (yang sempat diselingi izin ngambil paket dari kurir saat mau menyampaikan ketidaksediaannya menjadi Ketua Umum).
Jadi, tersisalah saya dan Daeng Gegge. Dua nama inilah yang kemudian dituliskan dalam konsideran Calon Ketua Umum dan ditandatangani oleh Ibu Guru Umi selaku presidium Pleno.
Kemudian Ibu Guru meminta waktu kepada seluruh peserta sidang. Maksudnya, memberikan waktu kepada kami berdua untuk mempersiapkan pidato visi dan misi sebagai Ketua Umum FLP.
Saya merasa bingung, saya merasa tidak tahu harus berbuat apa. Saya merasa --meminjam ucapan Ibu Bendum Mbak Wiwiek Sulistyowati di grup FLP-- 'terjebak' dengan situasi rumit yang sama sekali belum pernah terpikirkan ini. Siapakah saya ini, cuma lelaki kelahiran 1989. Sedangkan Daeng Gegge adalah penulis senior FLP, kelahiran 1974. Selisih 15 tahun umur kami. Begitupun di dunia kepenulisan, 35 karya sudah Daeng terbitkan, belasan kompetisi menulis sukses dimenangkan, begitu juga Daeng adalah langganan penerima penghargaan atas kontribusinya di dunia literasi ini. Sedangkan saya? Baru mampu menerbitkan dua buku solo. Kompetisi menulis? Saya belum pernah menang sama sekali. Bagi saya Daeng sudah kenyang makan asam garam.
Jadi yang ada di dalam otak saya saat itu adalah, "Saya harus bisa menyelesaikan ujian ini dengan baik. Dengan tidak menyisakan celah. Saya harus menyampaikan sesuatu yang bisa diterima oleh seluruh pihak tanpa disanggah."
Skorsing sidang pun selesai, Ibu Guru kembali mengetuk palu dan mempersilakan kepada dua kandidat ini untuk memaparkan visi-misinya.
"Ibu Guru," cetus saya, "Bolehkah saya yang pertama kali bicara?"
Ibu Guru mempersilakan. Dan ketika itulah saya menyampaikan kepada seluruh delegasi munas tentang kisah sirah nabawiyah, riwayat detik-detik wafatnya Rasulullah, persilangan pendapat di saqifah bani saidah, dan prosesi baiat Abu Bakar oleh kaum muslimin. Di sana saya memohon kepada seluruh delegasi munas, "Teman-teman, dengan tanpa mengurangi rasa hormat, izinkan saya menjadi Umar di sini. Marilah, secara aklamasi kita memilih Daeng Gegge sebagai Ketua Umum Forum Lingkar Pena. Bersama Daeng, saya yakin kita akan meraih sesuatu yang selama 24 tahun ini belum dicapai..."
Setelah itu, saya tidak ingat apa-apa lagi, mata saya terlalu sembab untuk menatap layar. Tidak mampu membendung tekanan air mata yang coba keluar membasahi muka.
Pertolongan Allah menaungi musyawarah kami kala itu, belaian kasih Allah menyentuh relung hati sehingga Daeng Gegge pun bersedia menerima amanah tersebut meski Daeng tidak mengharapkannya. Tapi kami yakin, musyawarah mufakat ini adalah bentuk perhatian dan cinta dari Allah kepada FLP. Bersama Daeng Gegge sebagai Nakhoda, bahtera FLP ini akan mengarungi samudera luas lautan kepenulisan. Sebagaimana nenek moyang kita yang dikenal mahir sebagai pelaut, in syaa Allah.***
Ditulis di Rancaekek, 30 November 2021
0 comments:
Posting Komentar