Oleh: HD Gumilang
Dan kabar bahagia itu datang tanpa disangka-sangka, persis bagaikan rezeki yang hadir dari arah yang tidak tertebak. Pada mulanya adalah pesan singkat dari koordinator Rumah Baca Asmanadia (RBA) Jawa Barat, Kang Jejen di malam pergantian tahun (31/12). Intinya Mbak Asmanadia mengajak kami untuk nonton bersama Assalamu’alaikum Beijing pada Kamis (1/1). Rencana awalnya di XXI Jatinangor Town Square (Jatos), namun akhirnya pasti di XXI Cihampelas Walk (Ciwalk). Singkat cerita, kami bertiga (bersama istri tercinta Eika Vio) meluncur dari Cianjur. Selama menanti di lobby, kopi darat juga dengan para srikandi Komunitas Bisa Menulis (KBM). Kami mendapatkan tiket menonton pukul 14.55 di Cinema 6. Selepas menonton film ini, kamipun berkesempatan berjumpa dengan Mas Isa Alamsyah, Meyda Safira dan bunda tercinta Helvy Tiana Rosa.
Secara jujur ingin berterus terang, dari ketiga anak manusia ini, yang telah menyelesaikan baca novel Assalamu’alaikum Beijing hanyalah istriku. Jadi, ketika menonton praktis saya takmemiliki bekal memadai dari hasil bacaan sebelumnya.
Film Assalamu’alaikum Beijing adalah -dalam bahasa Mbak Asmanadia- proyek kebaikan. Dan proyek kebaikan itu bisa dilakukan oleh semua orang, takpandang bulu. Saya sendiri menyebut film Assalamu’alaikum Beijing ini sebagai salahsatu kontributor peradaban. Yang jika kita menontonnya, makan akan diperoleh bahan dasar berharga menuju perbaikan diri. Perbaikan umat.
Ya, benar, karakter para tokoh dalam film ini memang bukan orang-orang sempurna. Asmara Nadia, Zhong Wen, Dewa mereka adalah tokoh yang punya masa lalu takcerah dengan problematikanya masing-masing. Adalah Asmara yang memutuskan pergi ke Beijing sebagai jurnalis, imbas dari kekecewaan terhadap Dewa yang gagal menikahinya. Di Beijing bertemu dengan seorang pemandu wisata bernama Zhong Wen. Aktivitas mereka memungkinkan keduanya saling mengenal satu sama lain. Jika kita berharap sebuah pergaulan yang sempurna dalam film ini, maka hal itu belum bisa didapatkan. Namun, jika anda ingin melihat bagaimana para tokoh taksempurna ini berjalan ke arah perbaikan diri maka Assalamu’alaikum Beijing adalah pilihan tepat. Sebetulnya kisah seorang non muslim yang mencintai muslimah, tersibghah hidayah Allah kemudian menjadi mualaf itu sudah lumrah. Namun latar belakang Mabk Asma sebagai ‘orang pergerakan’ justru sanggup mencelupnya dengan warna kedamaian (sebut: Islami), memberikan inspirasi penggugah jiwa, dan mengundang rasa penasaran orang untuk datang menontonnya.
Segi pengemasan film ini menarik. Sajian pemandangan kota Beijing berserta tempat-tempat wisatanya juga disuguhkan dengan baik. Plot yang dibuat sanggup membuat kita mengurai air mata, melukis senyum, dan merenung. Meskipun begitu agak sedikit lambat di awal cerita. Tapi itu takjadi persoalan.
Ada pula pelajaran untuk seorang calon penulis, Mbak Asma berhasil melogiskan tentang bagaimana seorang asing sanggup berbahasa Indonesia. Selama ini kadang kita merasa aneh, jika latar tempatnya di luar negeri, tokoh yang terlibat adalah orang asing, kok bisa mereka tampak berbahasa Indonesia (atau mungkin mereka berbahasa setempat yang --dalam tulisan novel-- di bahasa Indonesiakan). Di sini alasan Zhong Wen punya kemampuan bahasa Indonesia itu sangat sederhana, “Karena saya seorang pemandu wisata, maka mesti memiliki kemampuan banyak bahasa.”
Kadang saya sempat berpikir juga, mengapa destinasi yang dituju Asmara adalah Beijing. Mengapa Asmara datang ke kota yang bahasanya saja tidak dia kuasai. Tetapi, setelah dipikir kembali kalau Asmara ke kota lain, atau setidaknya dia bisa berbahasa Mandarin mungkin dia tidak akan bertemu dan berjodoh dengan Zhong Wen. Apalagi di tengah ratusan juta penduduk China. Agaknya ungkapan “Dunia selebar daun kelor,” cocok untuk Assalamu’alaikum Beijing. Jodoh itu memang dekat. Dekat di sini bukan makna harfiah --terbayang jauhnya jarak Jakarta-Beijing-- tetapi dekat di sini adalah karena Allah yang telah melipat jarak diantara keduanya.
Saksikan filmnya dan jadilah kontributor peradaban yang mendukung proyek kebaikan ini.
HD Gumilang
Ditulis malam hari 1 Januari 2015, ada jeda baru selesai Qabla subuh 2 Januari 2015
0 comments:
Posting Komentar