Jumat, 24 Agustus 2012

Aku Mendapatkannya: Ini Bukanlah Sebuah Rahasia

Sebuah intisari singkat yang aku dapatkan dari penjelasan Kang Topik Mulyana tentang materi Puasa, Puisi, dan Polusi dalam kegiatan Buka Shaum Bersama FLP Jatinangor, 4 Agustus 2012. Perlu di ketahui, Kang Topik sendiri merupakan pendiri dari FLP Jatinangor pada 11 tahun silam dan sekarang duduk di pengurus pusat FLP di sela-sela kesibukannya sebaga
i dosen pada beberapa kampus terkemuka.
Ya, ini berbicara tentang karya. Berbicara tentang hasil. Dan, tentu saja berbicara tentang proses.


Semua orang tau apa itu puasa. Sebuah proses pengosongan diri. Pembersihan diri. Dia adalah sebuah pembelajaran agung dari Allah subhanahu wa ta’ala bagi segenap hamba-hambaNya yang beriman dan memberikan kesempatan untuk meninggikan derajatnya itu sebagai pribadi yang bertaqwa.
Rupanya, puisi pun, dengan segala penyesuaian yang ada, peroses pembentukannya, penciptaan ide-idenya, mirip dengan orang yang berpuasa. Diperlukan waktu dan pengorbanan untuk menghasilkan sebuah karya. Ia adalah proses pengheningan, ia adalah sebuah perenungan dalam pergulatan batin untuk sekadar menemukan kata, sebaris kalimat, yang mengena, dan mewakili segalanya. Tak diingatkah, seorang Chairil Anwar bahkan pernah membutuhkan sampai dua minggu untuk sekadar menemukan satu kata yang cocok demi dituliskan dalam karyanya.

Dan, apakah untuk menjadi sastrawan harus belajar dari jurusan sastra? Oh, tentu saja tidak harus seperti itu. Secara teori mungkinlah orang-orang yang belajar dari sana memiliki kemampuan dan pengetahuan yang mumpuni. Namun, itu tidak menjadi indikator seorang bisa menjadi sastrawan. Ada kalanya sastrawan justru lahir dari rahim yang tidak ada sangkut pautnya dengan dunia sastra. Misalnya Taufik Ismail yang jurusan peternakan. Muhammad Yamin yang sarjana hukum. Dan banyak yang lainnya.

Namun, pada kenyataannya, setelah Ramadhan berlalu dengan karya amal ibadah yang bagus di bulan tersebut, kerapkali kita kewalahan untuk tetap menjaganya, berusaha istiqamah. Kita kepayahan menghadapi diri yang tidak lagi sanggup mengelola segala bentuk pekerjaan kebaika yang selama Ramadhan terlihat mudah untuk dilaksanakan.

Begitu pula dengan proses penciptaan sebuah karya, di sini adalah puisi. Kualitas sebuah karya cenderung menurun dengan semakin banyaknya karya yang diterbitkan, yang di bukukan. Seorang penyair, cerpenis, novelis, dan apapun itu, pasti akan mengalami sebuah fase kebuntuan ide. Itulah polusi. Sebuah kehilangan dari semangat. Sebuah proses pencemaran yang membuat kita tersungkur.
Ini adalah sebuah siklus. Ini adalah sebuah keniscayaan. Mungkin tak dapat di hindari. Namun, setidaknya mulai saat ini, dapat diantisipasi agar polusi-polusi itu, keterpurukan itu, tidak bersemayam lama dalam diri kita.
HD Gumilang

0 comments:

Posting Komentar