(dari seseorang
yang menyadari dan tak malu mengatakan tarbiyahnya masih kurang)
Ada apa dengan diri antum? Lelah rasanya diri ini, ketika
menyaksikan banyak sekali kader yang berguguran ditengah perjuangan dakwah,
sakit hati ini saat ditengah perjalanan banyak yang memilih mundur.
Dan, yang ironis bagi diriku adalah, ketika ada seorang
kader, atau seorang ikhwah yang akhirnya mundur, berguguran dan memilih
berhenti ditengah perjalanan dakwah, saat ku tanyakan mengapa ini bisa terjadi,
jawabannya biasanya “karena kualitas tarbiyah sang kader yang gugur itu lemah”,
atau “memang demikianlah dalam jalan dakwah, pasti akan selalu ada yang
berguguran sebab dakwah diemban oleh seseorang yang ruhiyah nya, jasadiyah nya
baik dan sungguh-sungguh”, atau “beliau lagi sakit (dalam tanda kutip)
mudah-mudahan cepat sembuh” atau jawaban ini “justru saya kecewa kenapa dia
memilih mundur, tak dirasakankah bahwa dirinya sangat antum butuhkan dalam
dakwah ini.” Atau “dia masih belum bisa
memahami manhaj dakwah, dan masih terfokus pada segala hal yang bersifat
duniawi” atau “dia terlalu memprioritaskan akademis, padahal dakwah itu lebih
penting dari sekadar nilai akademis” Dan berbagai jenis komentar serta jawaban
lainnya.
Tapi saat ku renungkan kembali, dari berbagai jawaban
tersebut, seakan semuanya mengadili sang kader yang hilang, sang kader yang
mundur, sang kader yang berguguran tanpa sempat antum bertanya pada diri ini,
mengapa dia memilih menghilang, memilih gugur, memilih untuk mundur?
Jangan-jangan, saat antum berkomentar seperti itu, justru
tarbiyah antum yang kurang, ruhiyah antum yang kosong, ukhuwah antum yang
luntur, silaturrahim antum yang terputus, hingga antum tak merasakan lebih
dalam mengapa ikhwah tersebut memilih mundur?
Astagfirullah... mungkin antum terlalu asyik
memperhatikan keburukan kader lain sehingga antum lupa untuk bercermin diri,
mungkin antum terlalu senang untuk memberikan komentar dan jawaban demikian
tanpa sempat mengukur diri dengan komentar yang antum ucapkan.
Lelah , jujur lelah hati ini menyaksikan yang demikian.
Tolonglah, mulai saat ini jangan lagi antum merasa
tarbiyah antum lebih baik daripada para kader yang menghilang sehingga antum
bisa mengatakan “dia gugur karena tarbiyahnya kurang” atau terlampau pasrah
kepada ketentuan Allah bahwa jalan dakwah itu terjal dan berliku sehingga
menjadi sunatullah bilamana dalam dakwah ada saja yang gugur, tapi
pertanyakanlah “apa yang telah antum lakukan dalam dakwah ini agar jumlah kader
yang gugur itu bisa diperkecil, agar dapat menjaga kader itu tidak berguguran?” permasalahan di sini adalah
ikhtiar antum, bukan sekadar tawakkal dari antum!
Atau mungkin ukhuwah antum yang sudah luntur sehingga tak
mampu mendeteksi jiwa dan perasaan kader yang akhirnya menghilang tersebut,
mungkin saja kader itu ingin mendekat kepada antum tapi radar ukhuwah antum
rusak sehingga tak mampu meraba isi hati dirinya. Dan malah antum yang
mengadili bahwa ukhuwah si kader itulah yang lemah yang sedang luntur.
Atau jika memang si kader yang menghilang itu jiwanya
sedang tidak baik, ruhiyahnya sedang rusak, tarbiyahnya sedang hancur, mengapa
antum tak berniat untuk ikut memperbaikinya? Tidak mau lagi mengajak dia ke
dalam bingkai tarbiyah yang selama ini antum rasakan? Bahkan malah mencampakan
dia di tengah jalan?
Andai kata bingkai dakwah ini hanya diperuntukkan buat orang-orang yang baik saja, jujur ini adalah
ironis. Karena tidak semua orang itu baik, karena tidak semua orang yang tidak
baik itu tidak mau ikut kedalam bingkai tarbiyah antum. Bahkan justru mereka
yang tidak baik itulah yang mengharapkan bisa bergabung dengan antum!
Mengharapkan uluran tangan antum!
Tapi pendekatan kepada mereka itulah yang berbeda! Dan
inilah yang menjadi masalah antum. Selama antum masih menerapkan pendekatan yang sama kepada
dua orang yang sifatnya bertolak belakang maka hasilnya tidak akan sama.
Inovasilah pendekatan dakwah antum agar mampu diterima oleh semua orang. Antum
harus mampu menerima mereka apa adanya dulu dan tidak langsung memaksakan,
“antum harus begini, antum harus begitu, antum tidak boleh begini, antum tidak
boleh begitu” padahal mereka baru mengenal bingkai ini, sadarilah ini.
Terus terang ironis sekali bila bingkai ini hanya
diperuntukkan bagi orang-orang yang “baik-baik saja”, padahal bila kenyataannya
orang yang “baik-baik saja” tak mampu merangkul orang yang tidak baik itu ke dalam
bingkai ini, maka perlulah diragukan diri ini apakah sudah menjadi baik. Sebab
bila diri ini baik, diri antum baik, maka akan membawa kebaikan kepada semua orang,
tak peduli bagaimanapun sifat dia, bagaimanapun masa lalu dia dan bagaimanapun
keseharian dia.
Maka, bila antum masih belum mampu melakukan itu,
jelaslah bukan lagi jawaban “tarbiyah dirinya yang masih lemah” akan tetapi
justru, “ana menyadari kini, tarbiyah ana yang justru masih belum baik sehingga
belum mampu (ingat kata ini, antum mengatakannya dengan kata“belum” bukannya
dengan kata “tidak” antum pasti tau perbedaan makna kata itu) untuk mengajak
kepada kebaikan”
Koreksi diri antum sehingga tidak lagi muncul komentar
atau jawaban seperti yang sebagian telah disampaikan pada awal tulisan ini.
Niscaya bingkai ini pada akhirnya akan berkah dan merasuk dalam jiwa semua
orang tanpa kecuali.
Dan jujur, bila antum kini mempertanyakan apakah diriku
(orang yang mengkritik antum ini) tarbiyahnya sudah lebih baik, dakwahnya sudah
mapan, silaturrahimnya tetap jalan, halaqahnya terus berkesinambungan dan
sebagainya serba berkualitas?
Saya katakan, TIDAK!!!!
Saya mengkritik antum bukan karena merasa lebih pintar
atau lebih baik dari antum, bukan itu!
Justru karena saya menyadari, merasa belum baik, merasa
masih tidak sempurna, merasa masih ada yang rusak dalam diri saya, dalam jiwa
saya, dan saya masih awam terhadap semua itulah, saya bisa melihat semuanya
dari segala sisi dari perangai si kader yang hilang ataupun si antum yang
merasa lebih baik itu dari kacamata yang positif.
Dan bila saya terkesan membela si kader yang hilang
daripada si antum yang merasa lebih baik, bukan berarti saya subjektif atau
berat sebelah. Justru karena saya termasuk seorang yang tidak ingin menghilang
dari bingkai ini, yang pernah merasakan akan menghilang dari bingkai ini, termasuk
orang yang pernah merasakan akan gugur dalam dakwah ini, termasuk yang merasakan
akan mundur dari bingkai ini. Saya mengatakan semuanya sebagai terguran kepada
si antum yang merasa lebih baik agar lebih memperhatikan saya, tidak hanya
melihat dari kacamata lemahnya tarbiyah saya, hancurnya ukhuwah saya, jeleknya
dakwah saya ini, namun mengajak si antum yang merasa lebih baik itu kepada
dimensi lain yang juga mempengaruhi mengapa saya akhirnya seperti itu.
Ikhwah, Dakwah itu, tak akan tegak hanya dengan
untaian-untaian kalimat dan perbuatan yang menyejukkan hati
saja, namun juga dengan kritikan
yang mampu mengiris hati!
Agar senantiasa tersadarkan siapa diri ini sebenarnya!
Dan....
Bilamana si kader yang menghilang yang digambarkan dalam
tulisan ini adalah saya, atau dirimu yang membaca tulisan ini maka istigfar, Ya
Rabb ampuni hamba yang lemah ini.
Dan...
Bilamana si antum yang merasa lebih baik yang digambarkan dalam tulisan ini adalah
saya, atau dirimu yang membaca tulisan ini maka istigfar, Ya Rabb ampuni hamba
yang lemah ini.
(maaf bila tulisan saya ini terlalu keras bagi antum
semua, namun inilah kata hati saya, melihat realitas yang terjadi dalam salah
satu bingkai dakwah yang selama ini menjadi tempat saya bernaung. Inilah
jeritan hati saya agar antum semua dan diri saya juga tersadarkan betapa
berharganya nilai tarbiyah itu tapi acap kali kita (saya dan antum) melupakannya.
Saya tidak malu untuk mengatakan tarbiyah saya masih kurang justru saya merasa
malu bila mengatakan “alhamdulillah
tarbiyah saya masih baik” sebab dengan itu saya merasa ada jalan untuk selalu
membenahi diri menjadi lebih baik, terus dan terus untuk memperbaiki diri
walaupun di tengah perjalanan kadang melangkah terseok, terjatuh atau mungkin
terjungkal tapi terus dan terus berusaha melakukannya.
Wallahu
‘alam
HD
Gumilang
0 comments:
Posting Komentar