Rabu, 12 Juni 2013

Tentang Penjiwaan Seorang dalam Tulisannya


Harus diakui, bukan perkara mudah bagi seorang penulis cerpen ataupun novel menuangkan penjiwaan dalam tulisannya. Banyak sekali terjadi rasa jenuh ketika membaca alur cerita yang sedang dibuat. Keluhan seperti deadlock, stuck, blank, dan lain sebagainya kerap kali muncul karena kegagalan kita menuangkan feel dalam cerita yang kita kembangkan. Tapi sadarkah, bahwa semua itu berasal dari kita sendiri? Kesulitannya adalah karena sikap kita yang terlalu berusaha untuk mengadakannya.

Bagi saya, seorang penulis ibarat seorang pemain piano, sebagus apapun jemarinya memainkan tuts-tuts piano, namun jika dia tidak bisa menjiwai setiap lagu yang dimainkan, rasanya terdengar akan biasa saja di telinga kita.

Bayangkan misalnya kalau kita masak sayur, kekurangan bumbu seperti garam misalnya, tentu rasanya akan hambar, bukan?

Begitupula dalam menulis cerita, kita tidak bisa hanya mengandalkan kualitas imajinasi saja. Tanpa menghadirkan jiwa dalam tulisan yang kita buat, percayalah seindah dan setebal apapun tulisan yang kita hasilkan, akan kosong dari makna.

Bagaimana solusinya? Cobalah menulis dengan jiwa yang bebas, lepas, luas, dan tulus. Posisikan diri kita sebagai salah satu pemeran di dalam ceritanya. Sesingkat apapun tulisan yang kita hasilkan, jika jiwa kita dihadirkan maka cerita itu akan memberikan segudang makna yang besar dan tersimpan selamanya dalam benak kita dan para pembaca

Mari kita temukan, mari kita bangunkan dengan lembut dan penuh perasaan, jiwa-jiwa yang selama ini tertidur dengan pulasnya dalam diri kita.

1 komentar: